Thursday, January 30, 2014

Mencintai Tanah Air

Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*

Negara merupakan rumah yang menjadi panggung kehidupan bermasyarakat di jalankan, dengan adanya negara kehidupan akan lebih bermartabat karena ketiadaan negara sama hal nya telah kehilangan harga diri dan kehormatan. Dari negara ini akan lahir kebijakan dan ketentuan yang berlaku dalam skala nasional maupun internasional, kebijakan itu tentu nya harus melindungi dan memberikan pengayoman bagi warga nya. Oleh karena itu masyarakat harus bahu membahu dalam menegakkan negara yang berwawasan, berkebudayaan, maju dan bernafaskan agama atau etika di dalamnya. Karena negara yang tidak menjamin hak dan berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat nya akan menjadi bom waktu yang akan menghancurkan baik negara atau bagi pemimpin otoriter tersebut. Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang akan langgeng jika kanibalisme yang akan menjadi pembangunnya, demikian halnya bahwa negara yang tidak memberikan kesejahteraan bagi rakyat nya akan tumbang bak ibarat gunung es, meleleh dan hancur, demikian jika kekuasaan itu di pergunakan dengan langkah yang tidak benar akan muncul konfrontasi perlawanan secara rahasia, tersembunyi yang akan senjata makan tuan bagi penindasnya. Kesejahteraan yang tidak terwujud, kebebebasan berserikat, berpendapat dan beribadah adalah kunci sebuah kemerdekaan. Maka di dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 di sebutkan "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan". "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada pancasila. 

Demikian bagi bangsa yang mempunyai pandangan, landasan dan hukum yang baik tentu akan lebih mensejahterakan rakyatnya. Jika hukum sudah tersusun dengan rapi, kebebasan berpendapat sudah di dapatkan, demikian tanpa diskriminasi, maka hal tersebut merupakan landasan terbentuknya civil societyatau masyarakat madani. Maka tidak heran bahwa peran serta para ulama dalam kemerdekaan Indonesia tidak dapat di sampingkan, bahkan terwujudnya hari pahlawan karena merupakan resolusi jihad yang di gelorakan oleh Hadrtu Syaikh Hasyim Asyari. Ketika itu utusan Soekarno menanyakan kepada pendiri Nahdlatul Ulama ini tentang hukum membela tanah air, membela negara, bukan membela Islam atau al Quran, maka dengan tenang Hasyim Asyari menjawab hukumnya adalah wajib. Bagi umat yang di rampas hak, tanah, kekayaan, dan di diskriminasikan dalam hal ibadahnya maka disitulah umat seharusnya memunculkan gelora jihad, namun perlu di garis bawahi dalam wilayah yang aman, maka tidak ada kata jihad apalagi ingin memperjuangkan syariat Islam dengan jalan teror atau permusuhan maupun kekerasan tentunya hal ini tidak akan di benarkan oleh agama yang mulia ini. Karena bagi Allah SWT dengan tegas menyampaikan agar jangan membuat kerusakan di muka bumi. 

Mencintai tanah air adalah sebuah kewajiban, maka kita harus merawat dan melanjutkan kemerdekaan yang telah di perjuangan oleh pendiri bangsa. Mereka telah bertaruh nyawa, meninggalkan ego sektoral maupun ego keagamaan yang menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Mereka menghormati hak dan budaya minoritas untuk dapat hidup berdampingan dengan cara yang aman, hal ini di menjadi tujuan bernegara dalam tubuh ormas Islam tersebut yaitu Darussalam (negara yang aman dan sejahtera). Menempatkan negara sebagai alat bagi pencapaian tujuan Islam adalah sebuah keharusan. Maka, karena tujuan Islam adalah rahmatan lil ‘alamin (kesejahteraan bagi semesta), negara yang mengarah ke tujuan tersebut bisa diterima, meskipun tidak berbentuk Islam.Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ketika diundang oleh para ulama Afghanistan dan Noor Educational and Capacity Development Organization (NECDO) untuk menghadiri workshop “Peran Ulama dalam Pembangunan dan Rekonstruksi Afghanistan” di Afghanistan. PBNU, yang diwakili empat delegasi, berbicara di hadapan para ulama dan ilmuwan dari 12 provinsi tentang pentingnya perdamaian serta rekonsiliasi dalam mencapai kemerdekaan bagi setiap individu dan kelompok.

Mencintai tanah air berarti mensyukuri nikmat yang Allah SWT berikan, melakukan pengelolaan dengan sebaik mungkin, menjadi pengelola negara tidak hanya serta merta menjadi tanggung jawab pemimpin bangsa, tapi kewajiban ini merupakan sesuatu hal yang integral bagi segenap elemen bangsa di dalamnya. Kita saling menghormati agar tidak terjadi perpecahan, saling mendukung dalam kebaikan, berbagi informasi, hal tersebut merupakan jiwa-jiwa orang yang merdeka, pikiran nya terbebas dari kungkungan kepentingan. Terkadang kita perlu belajar kepada orang yang jauh di bawah kita, dimana mereka hidup di ujung negeri, wilayah perbatasan negara, rasa nasionalisme mereka tumbuh dan tetap menjadikan Negara atau merah putih tetap di dadanya, tidak sedikit kemudian orang yang berbuat tanpa perlu ekspos media, orang-orang kecil seperti mereka hanya bicara dengan nurani bahwa hidup adalah untuk bermanfaat buat orang lain, jika tidak mampu berbuat besar, tidak berbuat banyak terhadap negara maka peran menjaga pulau, anak terlantar, melindungi satwa dan hutan menjadi beban yang mereka pikul dengan rasa ikhlas. Sementara kehidupan kita yang di nol kilometer perkotaan kadang justru sibuk memperkaya diri dan mencari bahan untuk menertawakan orang lain. Merawat Indonesia ini adalah dengan hati, perbedaan harus membuat kita kuat dan besar di mata dunia.

Suatu hari Ibn Sina mengatakan bahwa Kita diuji dengan kaum yang mengira bahwa Allah SWT tidak memberikan petunjuk kecuali kepada mereka. Hal ini jika di uji dengan pendapat Ibn Rusyd ternyata mempunyai kesamaan makna bahwa Musuh terbesar bagi Islam adalah orang bodoh yang mengafirkan manusia. Statemen tersebut perlu kita renungkan dimana para pemikir Islam mengajak kita untuk menghormati siapa pun. Tentu nya hal ini bukan berarti ingin membenarkan setiap pendapat yang ada demi sebuah keyakinan, tapi ini lebih kepada harmonisasi dan persatuan. Karena ketika menghakimi orang lain ,tentu orang lain tidak akan menerima bahwa kita menghakimi mereka, demikan merupakan pemicu dan potensi konflik di setiap daerah, hal ini perlu kita ketahui karena seringnya setiap gerakan selalu mengatas namakan agama. Perjuangan kemerdekaan yang melibatkan banyak tokoh dan ulama Islam rela untuk tidak menjadikan Islam sebagai dasar agamanya agar tidak terjadi perpecahan, karena cita-cita yang di inginkan sesungguhnya adalah kebaikan buat semua, inilah wujud rahmatan lil alamin tersebut.

Potensi kerusakan suatu negara itu bisa hadir dari individu dan kelompok yang menggerogoti kekayaan dengan rakus, ideologi yang ingin menggantikan sistem yang di bangun secara bersama, dan kelompok budaya yang merasa ras dan sukunya lah yang harus di bina. Jika terjadi konflik dan kerusuhan maka kita juga harus mencoba mengurai masalah dan menemukan akarnya agar kita tidak terjebak dengan bahasa politis atas nama sebuah ideologi maupun keyakinan, karena seringnya masalah itu mencuat jadi konflik hanya masalah pribadi, ekonomi maupun motif asmara, namun di gelorakan atas nama agama maupun atas nama ras. Hal inilah yang harus kita jernihkan agar bisa mengambil sikap agar tidak menimbulkan dendam antara kelompok tertentu. Tanah air, merupakan warisan dari para pendiri bangsa, pejuang yang menginginkan keturunanya berkehidupan yang layak, maka tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan perjuangan tersebut dengan mengisi kemerdekaan yang ada dengan menjaga lingkungan kita, menjaga persaudaraan, menuntut ilmu, dan saling membantu dalam kehidupan sosial. Akhirnya Allah SWT memberikan penjelasan di dalam al Quran :

Wa lau anna ahlal qura amanu wat taqau la fatahna ‘alaihim barakaa-tin minas sama’i wal ardhi, wa lakin kad-dzabu fa’akhad-nahum bima kanu yaksibun. (Al A’raaf: 96). Artinya dan seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa kepada Allah, niscaya Kami bukakan atas mereka barakah-barakah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (agama Allah), maka Kami siksa mereka karena amal perbuatannya. 

Mendustakan agama Allah SWT dengan pengertian yang luas adalah bahwa kita tidak menjaga amanah yaitu hubungan vertikal dan horizontal. Ia tidak beribadah dengan baik kepada Allah SWT, membuat kerusakan, dan mengadu domba. Sementara itu jika keimanan dalam hati seorang muslim sudah tertanam kuat dalam sebuah peradaban maka negara itu akan menjadi negara yangbaldatun thayibatun wa rabbun ghafur.

*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mencintai Tanah Air

Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*

Negara merupakan rumah yang menjadi panggung kehidupan bermasyarakat di jalankan, dengan adanya negara kehidupan akan lebih bermartabat karena ketiadaan negara sama hal nya telah kehilangan harga diri dan kehormatan. Dari negara ini akan lahir kebijakan dan ketentuan yang berlaku dalam skala nasional maupun internasional, kebijakan itu tentu nya harus melindungi dan memberikan pengayoman bagi warga nya. Oleh karena itu masyarakat harus bahu membahu dalam menegakkan negara yang berwawasan, berkebudayaan, maju dan bernafaskan agama atau etika di dalamnya. Karena negara yang tidak menjamin hak dan berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat nya akan menjadi bom waktu yang akan menghancurkan baik negara atau bagi pemimpin otoriter tersebut. Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang akan langgeng jika kanibalisme yang akan menjadi pembangunnya, demikian halnya bahwa negara yang tidak memberikan kesejahteraan bagi rakyat nya akan tumbang bak ibarat gunung es, meleleh dan hancur, demikian jika kekuasaan itu di pergunakan dengan langkah yang tidak benar akan muncul konfrontasi perlawanan secara rahasia, tersembunyi yang akan senjata makan tuan bagi penindasnya. Kesejahteraan yang tidak terwujud, kebebebasan berserikat, berpendapat dan beribadah adalah kunci sebuah kemerdekaan. Maka di dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 di sebutkan "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan". "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada pancasila. 

Demikian bagi bangsa yang mempunyai pandangan, landasan dan hukum yang baik tentu akan lebih mensejahterakan rakyatnya. Jika hukum sudah tersusun dengan rapi, kebebasan berpendapat sudah di dapatkan, demikian tanpa diskriminasi, maka hal tersebut merupakan landasan terbentuknya civil societyatau masyarakat madani. Maka tidak heran bahwa peran serta para ulama dalam kemerdekaan Indonesia tidak dapat di sampingkan, bahkan terwujudnya hari pahlawan karena merupakan resolusi jihad yang di gelorakan oleh Hadrtu Syaikh Hasyim Asyari. Ketika itu utusan Soekarno menanyakan kepada pendiri Nahdlatul Ulama ini tentang hukum membela tanah air, membela negara, bukan membela Islam atau al Quran, maka dengan tenang Hasyim Asyari menjawab hukumnya adalah wajib. Bagi umat yang di rampas hak, tanah, kekayaan, dan di diskriminasikan dalam hal ibadahnya maka disitulah umat seharusnya memunculkan gelora jihad, namun perlu di garis bawahi dalam wilayah yang aman, maka tidak ada kata jihad apalagi ingin memperjuangkan syariat Islam dengan jalan teror atau permusuhan maupun kekerasan tentunya hal ini tidak akan di benarkan oleh agama yang mulia ini. Karena bagi Allah SWT dengan tegas menyampaikan agar jangan membuat kerusakan di muka bumi. 

Mencintai tanah air adalah sebuah kewajiban, maka kita harus merawat dan melanjutkan kemerdekaan yang telah di perjuangan oleh pendiri bangsa. Mereka telah bertaruh nyawa, meninggalkan ego sektoral maupun ego keagamaan yang menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Mereka menghormati hak dan budaya minoritas untuk dapat hidup berdampingan dengan cara yang aman, hal ini di menjadi tujuan bernegara dalam tubuh ormas Islam tersebut yaitu Darussalam (negara yang aman dan sejahtera). Menempatkan negara sebagai alat bagi pencapaian tujuan Islam adalah sebuah keharusan. Maka, karena tujuan Islam adalah rahmatan lil ‘alamin (kesejahteraan bagi semesta), negara yang mengarah ke tujuan tersebut bisa diterima, meskipun tidak berbentuk Islam.Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ketika diundang oleh para ulama Afghanistan dan Noor Educational and Capacity Development Organization (NECDO) untuk menghadiri workshop “Peran Ulama dalam Pembangunan dan Rekonstruksi Afghanistan” di Afghanistan. PBNU, yang diwakili empat delegasi, berbicara di hadapan para ulama dan ilmuwan dari 12 provinsi tentang pentingnya perdamaian serta rekonsiliasi dalam mencapai kemerdekaan bagi setiap individu dan kelompok.

Mencintai tanah air berarti mensyukuri nikmat yang Allah SWT berikan, melakukan pengelolaan dengan sebaik mungkin, menjadi pengelola negara tidak hanya serta merta menjadi tanggung jawab pemimpin bangsa, tapi kewajiban ini merupakan sesuatu hal yang integral bagi segenap elemen bangsa di dalamnya. Kita saling menghormati agar tidak terjadi perpecahan, saling mendukung dalam kebaikan, berbagi informasi, hal tersebut merupakan jiwa-jiwa orang yang merdeka, pikiran nya terbebas dari kungkungan kepentingan. Terkadang kita perlu belajar kepada orang yang jauh di bawah kita, dimana mereka hidup di ujung negeri, wilayah perbatasan negara, rasa nasionalisme mereka tumbuh dan tetap menjadikan Negara atau merah putih tetap di dadanya, tidak sedikit kemudian orang yang berbuat tanpa perlu ekspos media, orang-orang kecil seperti mereka hanya bicara dengan nurani bahwa hidup adalah untuk bermanfaat buat orang lain, jika tidak mampu berbuat besar, tidak berbuat banyak terhadap negara maka peran menjaga pulau, anak terlantar, melindungi satwa dan hutan menjadi beban yang mereka pikul dengan rasa ikhlas. Sementara kehidupan kita yang di nol kilometer perkotaan kadang justru sibuk memperkaya diri dan mencari bahan untuk menertawakan orang lain. Merawat Indonesia ini adalah dengan hati, perbedaan harus membuat kita kuat dan besar di mata dunia.

Suatu hari Ibn Sina mengatakan bahwa Kita diuji dengan kaum yang mengira bahwa Allah SWT tidak memberikan petunjuk kecuali kepada mereka. Hal ini jika di uji dengan pendapat Ibn Rusyd ternyata mempunyai kesamaan makna bahwa Musuh terbesar bagi Islam adalah orang bodoh yang mengafirkan manusia. Statemen tersebut perlu kita renungkan dimana para pemikir Islam mengajak kita untuk menghormati siapa pun. Tentu nya hal ini bukan berarti ingin membenarkan setiap pendapat yang ada demi sebuah keyakinan, tapi ini lebih kepada harmonisasi dan persatuan. Karena ketika menghakimi orang lain ,tentu orang lain tidak akan menerima bahwa kita menghakimi mereka, demikan merupakan pemicu dan potensi konflik di setiap daerah, hal ini perlu kita ketahui karena seringnya setiap gerakan selalu mengatas namakan agama. Perjuangan kemerdekaan yang melibatkan banyak tokoh dan ulama Islam rela untuk tidak menjadikan Islam sebagai dasar agamanya agar tidak terjadi perpecahan, karena cita-cita yang di inginkan sesungguhnya adalah kebaikan buat semua, inilah wujud rahmatan lil alamin tersebut.

Potensi kerusakan suatu negara itu bisa hadir dari individu dan kelompok yang menggerogoti kekayaan dengan rakus, ideologi yang ingin menggantikan sistem yang di bangun secara bersama, dan kelompok budaya yang merasa ras dan sukunya lah yang harus di bina. Jika terjadi konflik dan kerusuhan maka kita juga harus mencoba mengurai masalah dan menemukan akarnya agar kita tidak terjebak dengan bahasa politis atas nama sebuah ideologi maupun keyakinan, karena seringnya masalah itu mencuat jadi konflik hanya masalah pribadi, ekonomi maupun motif asmara, namun di gelorakan atas nama agama maupun atas nama ras. Hal inilah yang harus kita jernihkan agar bisa mengambil sikap agar tidak menimbulkan dendam antara kelompok tertentu. Tanah air, merupakan warisan dari para pendiri bangsa, pejuang yang menginginkan keturunanya berkehidupan yang layak, maka tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan perjuangan tersebut dengan mengisi kemerdekaan yang ada dengan menjaga lingkungan kita, menjaga persaudaraan, menuntut ilmu, dan saling membantu dalam kehidupan sosial. Akhirnya Allah SWT memberikan penjelasan di dalam al Quran :

Wa lau anna ahlal qura amanu wat taqau la fatahna ‘alaihim barakaa-tin minas sama’i wal ardhi, wa lakin kad-dzabu fa’akhad-nahum bima kanu yaksibun. (Al A’raaf: 96). Artinya dan seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa kepada Allah, niscaya Kami bukakan atas mereka barakah-barakah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (agama Allah), maka Kami siksa mereka karena amal perbuatannya. 

Mendustakan agama Allah SWT dengan pengertian yang luas adalah bahwa kita tidak menjaga amanah yaitu hubungan vertikal dan horizontal. Ia tidak beribadah dengan baik kepada Allah SWT, membuat kerusakan, dan mengadu domba. Sementara itu jika keimanan dalam hati seorang muslim sudah tertanam kuat dalam sebuah peradaban maka negara itu akan menjadi negara yangbaldatun thayibatun wa rabbun ghafur.

*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mencintai Tanah Air

Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*

Negara merupakan rumah yang menjadi panggung kehidupan bermasyarakat di jalankan, dengan adanya negara kehidupan akan lebih bermartabat karena ketiadaan negara sama hal nya telah kehilangan harga diri dan kehormatan. Dari negara ini akan lahir kebijakan dan ketentuan yang berlaku dalam skala nasional maupun internasional, kebijakan itu tentu nya harus melindungi dan memberikan pengayoman bagi warga nya. Oleh karena itu masyarakat harus bahu membahu dalam menegakkan negara yang berwawasan, berkebudayaan, maju dan bernafaskan agama atau etika di dalamnya. Karena negara yang tidak menjamin hak dan berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat nya akan menjadi bom waktu yang akan menghancurkan baik negara atau bagi pemimpin otoriter tersebut. Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang akan langgeng jika kanibalisme yang akan menjadi pembangunnya, demikian halnya bahwa negara yang tidak memberikan kesejahteraan bagi rakyat nya akan tumbang bak ibarat gunung es, meleleh dan hancur, demikian jika kekuasaan itu di pergunakan dengan langkah yang tidak benar akan muncul konfrontasi perlawanan secara rahasia, tersembunyi yang akan senjata makan tuan bagi penindasnya. Kesejahteraan yang tidak terwujud, kebebebasan berserikat, berpendapat dan beribadah adalah kunci sebuah kemerdekaan. Maka di dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 di sebutkan "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan". "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada pancasila. 

Demikian bagi bangsa yang mempunyai pandangan, landasan dan hukum yang baik tentu akan lebih mensejahterakan rakyatnya. Jika hukum sudah tersusun dengan rapi, kebebasan berpendapat sudah di dapatkan, demikian tanpa diskriminasi, maka hal tersebut merupakan landasan terbentuknya civil societyatau masyarakat madani. Maka tidak heran bahwa peran serta para ulama dalam kemerdekaan Indonesia tidak dapat di sampingkan, bahkan terwujudnya hari pahlawan karena merupakan resolusi jihad yang di gelorakan oleh Hadrtu Syaikh Hasyim Asyari. Ketika itu utusan Soekarno menanyakan kepada pendiri Nahdlatul Ulama ini tentang hukum membela tanah air, membela negara, bukan membela Islam atau al Quran, maka dengan tenang Hasyim Asyari menjawab hukumnya adalah wajib. Bagi umat yang di rampas hak, tanah, kekayaan, dan di diskriminasikan dalam hal ibadahnya maka disitulah umat seharusnya memunculkan gelora jihad, namun perlu di garis bawahi dalam wilayah yang aman, maka tidak ada kata jihad apalagi ingin memperjuangkan syariat Islam dengan jalan teror atau permusuhan maupun kekerasan tentunya hal ini tidak akan di benarkan oleh agama yang mulia ini. Karena bagi Allah SWT dengan tegas menyampaikan agar jangan membuat kerusakan di muka bumi. 

Mencintai tanah air adalah sebuah kewajiban, maka kita harus merawat dan melanjutkan kemerdekaan yang telah di perjuangan oleh pendiri bangsa. Mereka telah bertaruh nyawa, meninggalkan ego sektoral maupun ego keagamaan yang menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Mereka menghormati hak dan budaya minoritas untuk dapat hidup berdampingan dengan cara yang aman, hal ini di menjadi tujuan bernegara dalam tubuh ormas Islam tersebut yaitu Darussalam (negara yang aman dan sejahtera). Menempatkan negara sebagai alat bagi pencapaian tujuan Islam adalah sebuah keharusan. Maka, karena tujuan Islam adalah rahmatan lil ‘alamin (kesejahteraan bagi semesta), negara yang mengarah ke tujuan tersebut bisa diterima, meskipun tidak berbentuk Islam.Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ketika diundang oleh para ulama Afghanistan dan Noor Educational and Capacity Development Organization (NECDO) untuk menghadiri workshop “Peran Ulama dalam Pembangunan dan Rekonstruksi Afghanistan” di Afghanistan. PBNU, yang diwakili empat delegasi, berbicara di hadapan para ulama dan ilmuwan dari 12 provinsi tentang pentingnya perdamaian serta rekonsiliasi dalam mencapai kemerdekaan bagi setiap individu dan kelompok.

Mencintai tanah air berarti mensyukuri nikmat yang Allah SWT berikan, melakukan pengelolaan dengan sebaik mungkin, menjadi pengelola negara tidak hanya serta merta menjadi tanggung jawab pemimpin bangsa, tapi kewajiban ini merupakan sesuatu hal yang integral bagi segenap elemen bangsa di dalamnya. Kita saling menghormati agar tidak terjadi perpecahan, saling mendukung dalam kebaikan, berbagi informasi, hal tersebut merupakan jiwa-jiwa orang yang merdeka, pikiran nya terbebas dari kungkungan kepentingan. Terkadang kita perlu belajar kepada orang yang jauh di bawah kita, dimana mereka hidup di ujung negeri, wilayah perbatasan negara, rasa nasionalisme mereka tumbuh dan tetap menjadikan Negara atau merah putih tetap di dadanya, tidak sedikit kemudian orang yang berbuat tanpa perlu ekspos media, orang-orang kecil seperti mereka hanya bicara dengan nurani bahwa hidup adalah untuk bermanfaat buat orang lain, jika tidak mampu berbuat besar, tidak berbuat banyak terhadap negara maka peran menjaga pulau, anak terlantar, melindungi satwa dan hutan menjadi beban yang mereka pikul dengan rasa ikhlas. Sementara kehidupan kita yang di nol kilometer perkotaan kadang justru sibuk memperkaya diri dan mencari bahan untuk menertawakan orang lain. Merawat Indonesia ini adalah dengan hati, perbedaan harus membuat kita kuat dan besar di mata dunia.

Suatu hari Ibn Sina mengatakan bahwa Kita diuji dengan kaum yang mengira bahwa Allah SWT tidak memberikan petunjuk kecuali kepada mereka. Hal ini jika di uji dengan pendapat Ibn Rusyd ternyata mempunyai kesamaan makna bahwa Musuh terbesar bagi Islam adalah orang bodoh yang mengafirkan manusia. Statemen tersebut perlu kita renungkan dimana para pemikir Islam mengajak kita untuk menghormati siapa pun. Tentu nya hal ini bukan berarti ingin membenarkan setiap pendapat yang ada demi sebuah keyakinan, tapi ini lebih kepada harmonisasi dan persatuan. Karena ketika menghakimi orang lain ,tentu orang lain tidak akan menerima bahwa kita menghakimi mereka, demikan merupakan pemicu dan potensi konflik di setiap daerah, hal ini perlu kita ketahui karena seringnya setiap gerakan selalu mengatas namakan agama. Perjuangan kemerdekaan yang melibatkan banyak tokoh dan ulama Islam rela untuk tidak menjadikan Islam sebagai dasar agamanya agar tidak terjadi perpecahan, karena cita-cita yang di inginkan sesungguhnya adalah kebaikan buat semua, inilah wujud rahmatan lil alamin tersebut.

Potensi kerusakan suatu negara itu bisa hadir dari individu dan kelompok yang menggerogoti kekayaan dengan rakus, ideologi yang ingin menggantikan sistem yang di bangun secara bersama, dan kelompok budaya yang merasa ras dan sukunya lah yang harus di bina. Jika terjadi konflik dan kerusuhan maka kita juga harus mencoba mengurai masalah dan menemukan akarnya agar kita tidak terjebak dengan bahasa politis atas nama sebuah ideologi maupun keyakinan, karena seringnya masalah itu mencuat jadi konflik hanya masalah pribadi, ekonomi maupun motif asmara, namun di gelorakan atas nama agama maupun atas nama ras. Hal inilah yang harus kita jernihkan agar bisa mengambil sikap agar tidak menimbulkan dendam antara kelompok tertentu. Tanah air, merupakan warisan dari para pendiri bangsa, pejuang yang menginginkan keturunanya berkehidupan yang layak, maka tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan perjuangan tersebut dengan mengisi kemerdekaan yang ada dengan menjaga lingkungan kita, menjaga persaudaraan, menuntut ilmu, dan saling membantu dalam kehidupan sosial. Akhirnya Allah SWT memberikan penjelasan di dalam al Quran :

Wa lau anna ahlal qura amanu wat taqau la fatahna ‘alaihim barakaa-tin minas sama’i wal ardhi, wa lakin kad-dzabu fa’akhad-nahum bima kanu yaksibun. (Al A’raaf: 96). Artinya dan seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa kepada Allah, niscaya Kami bukakan atas mereka barakah-barakah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (agama Allah), maka Kami siksa mereka karena amal perbuatannya. 

Mendustakan agama Allah SWT dengan pengertian yang luas adalah bahwa kita tidak menjaga amanah yaitu hubungan vertikal dan horizontal. Ia tidak beribadah dengan baik kepada Allah SWT, membuat kerusakan, dan mengadu domba. Sementara itu jika keimanan dalam hati seorang muslim sudah tertanam kuat dalam sebuah peradaban maka negara itu akan menjadi negara yangbaldatun thayibatun wa rabbun ghafur.

*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Sunday, January 5, 2014

SEMANGAT DALAM PERJUANGAN HIDUP

Di saat-saat seperti ini, taujih Rabbani sangat kita perlukan. Ayat-ayat jihad menjadi penawar, sekaligus penguat semangat. Seperti yang saya alami, diidznillah. Saat dipaparkan 6 ayat jihad dalam majelis ukhuwah bersama saudari-saudari tercinta, semangat ‘jihad’ kembali menyala.

Ayat pertama,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (QS. At Taubah : 36)

Dalam ayat ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa Allah memerintahkan kita untuk memerangi orang-orang musyrik, sebagaimana mereka telah memerangi orang-orang yang beriman. Ayat ini sebagai awal pemanasan semangat jihad kita sekaligus mengingatkan kita kembali bahwa berjihad –dalam arti luas- adalah tabiat jalan dakwah kita. Al Jihad sabiluna.

Ayat kedua,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al Baqarah : 216)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa perang adalah hal yang dibenci oleh umat muslim, akan tetapi karena hal tersebut merupakan perintah wajib dari Allah untuk berperang maka wajib pula kita lakukan. Dijelaskan pula bahwa bisa jadi itu (perang) adalah hal yang sangat kita benci tapi itu adalah baik bagi kita dalam pandangan Allah.

Jika kita implikasikan pada realitas kehidupan kita saat ini, bisa jadi saat ini kita tidak berperang mengangkat senjata, akan tetapi perang pemikiran dan politik terus berlangsung setiap saat. Dan musuh-musuh Islam senantiasa mengarahkan amunisinya kepada kita. Tentu kita merasa lebih nyaman berdakwah sekedar amar ma’ruf, masyarakat mempersilakan dengan wajah manis, tanpa memusuhi. Tapi tidak begitu sejarah Nabi. Tersebab dakwahnya mengguncang sendi-sendi ekonomi, politik dan kekuasaan kaum jahiliyah, mereka pun memusuhi dakwah. Perang tak terhindarkan. Dan umat Islam harus siap jihad, meski ia tidak disukai. Tapi yakinlah, dalam ketidaksukaan itu ada banyak kebaikan. Jihad fi sabilillah hanya melahirkan dua hal; menang dengan membawa ghanimah dan kekuasaan atau mati syahid beroleh surga. 

Ayat ketiga,

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. At Taubah : 41)

Dalam ayat ini dikuatkan kepada kita bahwa dalam keadaan apapun; berat-ringan, mudah-susah, ada dana-atau tidak, jihad harus tetap berlanjut dengan harta dan jiwa kita. Kata-kata ini bukan perintah dari orang tua kita atau perintah dari bos kita atau perintah dari manusia yang serba kekurangan tapi ini adalah perintah dari Zat Yang Menggenggam jiwa-jiwa kita, lalu apalagi yang kita tunggu...

Ayat keempat,

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ ۚ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
”Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah : 111)

Ayat ini jelas dan sudah sering dibahas tentang betapa tak pantasnya kita sesungguhnya, Allah membeli jiwa dan harta kita dan dibayar dengan surga, padahal apa yang kita usahakan tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan surga. Jika ada obsesi ridha Allah dan surga, insya Allah yang kita rasa sulit akan lebih ringan bagi kita. 

Wahai diriku, wahai ikhwah... camkan ayat ini jika militansi kita melemah. Jihad kita untuk kita. Kita akan dibayar dengan surga oleh Allah. Maka jika musuh dakwah yang mengharapkan keuntungan materi dan kekuasaan begitu bersemangat menyerang dakwah, tidakkah kita lebih bersemangat lagi dengan janji Allah berupa surga?

Ayat kelima,

لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
”Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ´uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,"(QS. An Nisa' : 95)

دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
(yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa' : 96)

Dari ayat ini apakah kita tidak ingin menjadi mukmin yang mendapat pahala yang besar itu –beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat ? Akan tetapi pada kenyataannya memang denganberbagai alasan terkadang ada sebagian dari kita yang menjadi bagian dari mukmin yang duduk-duduk. Lalu bagaimana kita bisa mendapat pahala yang besar tersebut, yang sama dengan pahala orang yang berjihad? Pada artikel yang pernah saya tulis sebelumnya –Belajar Menghapus Gelisah dari Seorang Shohabiyah – ada hadits yang cocok menjawab pertanyaan tersebut :

”Barangsiapa yang memberangkatkan seorang prajurit di jalan Allah maka ia pun dianggap ikut bertempur di jalan Allah. Barangsiapa yang mengurus urusan orang yang berperang di jalan Allah dengan baik, maka ia pun dianggap ikut bertempur.” (HR. Bukhari Muslim)

Maka, dari sini kita maksimakan apa pun yang kita miliki dan segala kemampuan kita sebab kita berurusan dengan Allah. Kita berjuang karena Allah.

Ayat keenam,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
”Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?" (QS. Ash Saff : 10)

تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Ash Saff : 11)

يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
”Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ´Adn. Itulah keberuntungan yang besar” (QS. Ash Saff : 12)

Menegaskan kembali apa yang telah tertulis di atas, jihad fi sabilillah hanya melahirkan dua hal; menang dengan membawa ghanimah dan kekuasaan atau mati syahid beroleh surga. Dan betapa bahagianya jika ayat dalam surat Ash Shaf tersebut dianugerahkan kepada kita. Kita berjuang, kita berjihad, dan Allah memberikan pertolonganNya sehingga kita menang dalam waktu yang tidak lama lagi. Dan pahala jihad tetap terjaga rapi hingga kita mati nanti, lalu Allah membukanya untuk kita; mudah di alam barzah, cepat saat dihisab, mulia beroleh ridha dan jannahNya.

Maka mari kuatkan kembali semangat ‘jihad’ dengan kembali kepada ayat-ayatNya. Kita niatkan segala langkah perjuangan kita sebagai bagian dari amar ma'ruf nahi munkar dan menolong agama Allah. Insya Allah 'nasrumminallah' (pertolongan Allah) itu akan datang.

Saturday, January 4, 2014